Bali terkenal akan budaya dan tradisinya. Ada sebuah prosesi pemakaman adat yang begitu terkenal yakni Ngaben. Pada Hari Jumat-Sabtu tanggal 8-9 Nopember saya melaksanakan Upacara Ngaben atas meninggalnya nenek saya, berikut saya akan berbagi pengalaman mengikuti Ngaben didaerah saya yaitu Karangasem Bali.
Nenek saya meninggal pada hari rabu, pada pagi hari saya mendengar berita tersebut rasanya sedih sekali, dapat kabar bahwa hari Jumat saya harus pulang untuk mengikuti prosesi Ngaben mulai dari hari Jumat-Sabtu. Jumat Pagi saya langsung pulang dan mengikuti prosesi dari Ngaben itu sendiri, Siang hari Ambulance mengantar jenasah nenek saya dari rumah duka ke Kampung halaman untuk selanjutnya mengikuti prosesi Ngaben. Sampai ditempat acara saya bingung apa yang mesti dilakukan karena ini pertama saya mengikuti prosesi Ngaben di desa adat tempat kelahiran Ibu saya (Nenek saya ini adalah Ibu dari Ibu saya), saya kerjakan apa yang memang bisa saya bantu kerjakan. Ambulance sampai dan jenasah dipindahkan ke peti, selanjutnya menunggu untuk proses Nyiramin atau ngemandusin. Pada saat proses ini jenasah dimandikan disertai dengan penambahan simbol-simbol seperti bunga di lubang hidung atau daun intaran di alis serta perlengkapan lainnya. Hal ini dimaksudkan agar apabila roh mengalami reinkarnasi, dianugerahi anggota badan yang lengkap. Setelah proses Nyiramin jenasah dimasukkan kembali ke peti untuk besoknya ikut prosesi ngaben. Oh ya sebelum Nyiramin karena yang meninggal punya cucu ada upacara Mameras dimana sang cucu lah yang akan menuntun mendiang melalui doa-doa.
UPACARA NGABEN
Pada Puncak Acara ngaben banyak prosesi yang mesti dijalani seperti :
Ngajum Kajang
Selembar kertas putih akan ditulisi dengan semacam Rerajahan (Gambar-gambar niskala), dengan maksud agar memantapkan hati keluarga yang ditinggal. Sehingga, roh dapat segera menuju ke tempat seharusnya.
Ngaskara
Upacara ini memiliki makna menyucikan roh yang telah meninggal, dengan tujuan agar roh dapat bersatu dengan Sang Hyang Widhi Wasa dan menjadi pembimbing bagi mereka yang masih di dunia.
Papegatan
Upacara ini dimaksudkan untuk memutuskan hubungan duniawi dan keluarga agar perjalanan roh tidak terhambat menuju ke tempatnya. Dengan ini pihak keluarga berarti telah ikhlas melepas kepergian mendiang.
Pakiriman Ngutang
Upacara ini adalah membawa jenazah menuju pekuburan setempat dengan menggunakan bade atau menara pengusung jenazah. Prosesi ini di iringi dengan suara baleganjur ataupun angklung. Pada saat perjalanan, jenazah akan diputar tiga kali melawan jarum jam pada sebuah perempatan dengan maksud mengembalikan Panca Maha Bhuta ke tempatnya masing-masing.
Ngeseng
Upacara pembakaran jenazah yang telah dibaringkan di tempat yang disediakan disertai sesaji dan banten. Kemudian diperciki oleh pendeta dengan Tirta Pangentas yang bertindak sebagai api abstrak diiringi dengan Puja Mantra. Barulah jenazah dibakar hingga hangus. Tulang-tulang hasil pembakaran digilas dan dirangkai dalam buah kelapa gading yang telah dikeluarkan airnya.
Nganyud
Ini adalah proses menghanyutkan abu di sungai atau laut yang memiliki makna sebagai penghanyut segala kekotoran yang masih tertinggal pada roh mendiang.
Semua prosesi Upacara itu saya laksanakan dari Pagi- Malam dalam 2 hari tersebut, lumayan melelahkan tapi dengan niat yang kuat serta tulus iklas semua itu bisa dijalani
(Beberapa keterangan saya ambil dari : https://www.adira.co.id/sahabatlokal/ngaben-bentuk-keikhlasan-keluarga-bagi-yang-telah-tiada-1)